![]() |
Sekda Banten, Kurdi Matin. |
Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) membantah keras terkait
informasi adanya Surat Keputusan (SK) Presiden tentang pemecatan
Sekretaris Daerah (Sekda) Banten, Kurdi Matin. Informasi ini berawal dari
pemberitaan salah satu media online lokal di Banten. Bahkan dalam
pemberitaan di media online itu berani memberitakan, bahwa, SK
pemecatan Sekda Banten tersebut sudah ditandatangani oleh Presiden RI Joko
Widodo dan SK tersebut sudah berada di Kemdagri untuk selanjutnya dikirim ke
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten.
“Saya tegaskan, informasi tersebut menyesatkan. SK pemecatan
Sekda Banten itu sama sekali tidak ada dan tidak benar. Hingga saat ini kami
tidak pernah menerima SK tersebut,” tegas Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi
Daerah (Otda) Kemdagri Sumarsono, Senin (24/8/2015).
Menurut Sumarsono, segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan
pemerintah daerah pasti melalui Kemdagri. Selain itu, kata Sumarsono, untuk
memecat seorang Sekda harus melalui prosedur dan mekanisme berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Mendagri sendiri membantah keras adanya SK tersebut. Sekali
lagi saya tegaskan, kami dari Kemdagri menyatakan informasi itu sama sekali
tidak benar. Kalau SK itu dikeluarkan tanpa melalui Kemdagri, itu berarti SK
itu palsu,” tegasnya.
Sumarsono menyatakan, seorang kepala daerah memungkinkan untuk
memberhentikan Sekda kalau ada pelanggaran yang serius yang dilakukan oleh
Sekda seperti kasus korupsi, makar, tindakan asusila, melawan atau membangkang
terhadap pimpinan, dan persoalan pelanggaran disiplin PNS lainnya.
“Jadi seorang kepala daerah tidak bisa serta merta
memberhentikan seseorang dari jabatan Sekda jika tidak ada alasan yang
mendasar. Kalau terlibat korupsi, seorang Sekda bisa diberhentikan sementara
setelah ditetapkan menjadi tersangka. Semuanya itu telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN),”
jelasnya.
Lebih lanjut, Sumarsono menjelaskan, untuk kasus lainnya selain kasus korupsi, seorang kepala daerah harus menempuh beberapa tahap untuk memberhentikan Sekda. Pertama, harus dilakukan peringatan secara lisan. Selanjutnya, harus ada peringatan tertulis sebanyak tiga kali. “Jadi semua ada prosedur dan mekanismenya,” jelasnya.
Sumarsono menjelaskan, pihaknya belum pernah melihat adanya surat
rekomendasi pemberhentian Sekda Banten oleh Gubernur Banten. Prosedur
pemberhentian Sekda tingkat provinsi harus melalui surat rekemondasi
pemberhentian yang diajukan oleh Gubernur kepada Presiden melalui Kemdagri.
Selanjutnya, surat tersebut diproses di Kemdagri dan dikirim ke Presiden.
Jika Presiden menyetujui, maka akan dibuat SK. SK pemberhentian tersebut
kemudian dikirim ke Kemdagri untuk selanjutnya dikirim ke pemerintah
daerah bersangkutan.
Sumarsono menegaskan, dalam UU Nomor 5 Tahun 2015 tentang ASN
khususnya pada Pasal 116 ayat 1 ditegaskan bahwa pejabat pembina kepegawaian
dilarang mengganti pejabat pimpinan tinggi selama dua tahun terhitung sejak
pelantikan pejabat pimpinan tinggi, kecuali pimpinan tinggi tersebut melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan
yang ditentukan.
“Jadi Sekda itu diberhentikan kalau melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang
ditentukan. Yang dimaksud melanggar peraturan perundang-undangan misalnya
terlibat kasus korupsi, asusila, makar, melawan pimpinan, dan kasus pelanggaran
disiplin PNS lainnya,” ujarnya.
Untuk diketahui, Sekda Banten Kurdi Matin dilantik pada tanggal
9 Januari 2015 lalu. Sekda Banten Kurdi Matin dipilih melalui proses lelang
jabatan atau seleksi secara terbuka dan kompetitif berdasarkan amanat UU Nomor
5 Tahun 2014 tentang ASN. adh